Antologi Cerpen ‘PENJARA’

ANTOLOGI CERPEN ‘PENJARA’
Kumpulan 14 Cerpen Tema LGBT

Penulis : 14 Cerpenis
Penyunting Aksara : Ahmad Kekal Hamdani
Kata Pengantar : Moch Satrio Welang
Ilustrasi Sampul : Citra Sasmita
Tata Letak Sampul : Wayan Sutiawan
Tata Letak Isi : Garagebook

Cetakan Pertama, Juni 2014
171 hlm.; 14×20 cm
ISBN 978-602-70133-5-3

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Penerbit Teater Sastra Welang
Layanan SMS: 085237005070
I mochsatriowelang@gmail.com

Menampilkan karya cerpen 14 penulis yakni Ardy Kresna Crenata (Bogor), Aries Pidrawan (Karangasem), Ayu Riesky (Denpasar), DG Kumarsana (Mataram), Diajeng Veronica Rivi Raviantina (Semarang), Dwi S. Wibowo (Yogyakarta), Moch Satrio Welang (Denpasar), Nana Sastrawan (Jakarta), Nenny Makmun (Jakarta), Nurjanah Abdul Syukur (Tangerang), Nyimas Hilmiyati (Depok), Putu Sri Indra Wahyuni (Denpasar), Ratna Dewi Barrie (Lampung), Rio Johan (Baturaja, Sumsel)

Kehidupan selalu menjadi menarik untuk diteliti, dicermati, dipelajari, walaupun terdapat bagian gelap yang kerap menjelma misteri. Kisah-kisah di muka bumi, bukan hal yang baru sebetulnya. Segala hal tidak lagi menjadi per
soalan hitam dan putih, melainkan bisa diantaranya, atau beribu kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa diciptakan.

Ya, begitulah dunia, dengan perkembangan yang pesat, per putaran yang melesat. Salah satu permasalahan yang telah muncul sejak berabad – abad, yakni LGBT. Perdebatan mengenai keberadaan, posisi di masyarakat, kedudukan di mata hukum, jerat norma maupun agama yang sampai kiamat pun berada di posisi seberang, menjadikan LGBT polemik tak pernah henti. Suka tidak suka, mereka ada dan menjadi bagian dari kehidupan kita.

Buku merangkum kisah-kisah menarik, kisah-kisah unik, kisah-kisah yang datang dari beragam sudut pandang. Derita, luka, air mata, tawa, gembira yang mereka alami, yang bisa saja dialami adik, kakak, ayah, ibu, paman, atau bibi kita sendiri. Kehidupan yang menciptakan penjara
bagi psikologi dan kebebasan berekspresi bagi mereka yang tidak memiliki keberanian untuk mengakui kekurangan yang diberikan Tuhan, sebagai bentuk ujian.

Menjadi antipati, dan menolak berempati oleh kebanyakan orang sudah menjadi pil pahit yang harus ditelan kaum LGBT. Melalui sastra, buku ini tidak berupaya menjadi meja pengadilan, mana benar mana salah. Buku ini, sekali lagi melalui kaca mata sastra, berupaya menghadirkan realita dalam bentuk kisah-kisah yang terinspirasi oleh keberadaan kaum LGBT, sebagai wujud empati terhadap segala bentuk
diskriminasi, penindasan terhadap hak asasi dan kebebasan berekspresi yang kerap mereka alami.

Karya-karya yang dimuat dalam buku ini pun berangkat dari beragam sudut pandang, beragam psikologi, beragam situasi yang menjadi warna pada dunia gelap di sudut-sudut masyarakat kita. Dan semua kembali pada pertanyaan mengapa begitu sulit menerima perbedaan, mengapa begitu sulit menerima satu sama lain. Berikan cinta pada siapa saja, bentangkan taman di hati dengan begitu dunia akan menjadi tempat lebih lapang dan rindang.


Denpasar – Bali, 7 April 2014

Moch Satrio Welang
Teater Sastra Welang

Klik di sini untuk membagikan artikel ini!

Share on facebook
Share on Facebook
Share on twitter
Share on Twitter
Share on linkedin
Share on Linkdin
Share on pinterest
Share on Pinterest

Berikan komentar atau tanggapan Anda di bawah!

Kabar Berita Selanjutnya