
Ilustrasi Gemini
BAYU LESMANA
DI TANAH ORANG CARI MAKAN
Di tanah orang-orang cari makan
Kecemasan jadi santapan
Seperti kemacetan kota, perkebunan vila
beton-beton sawah, atas nama wisata
Sampah sedupa rupa tanpa dewa
Gunung-gunung sisa jadi murahan
Bertumpukan sampah beratus lapisan
dengan bantuan perumahan, pertokoan,
restoran, bahkan perhotelan
tak luput beri sumbangan
Ini riil sumbangan, bukan pungli
Segala yang sisa dari piringmu, makanan juga
Nasi banyak sisa
Dibuang sia-sia, jadi percuma
Di pinggir-pinggir kota, anak menangis
Bermimpi tentang makan siang gratis
Sedang Gunung sampah makin tragis
Semarak makanan yang tidak habis
Di dalam perut gersang adalah lahan kosong
sementara sisa makan ramai di jalan di gorong-gorong
Menumpuk jadi tinggi jadi seram
Menjadi harum menyengat dan mencekam
Tanpa makan selama satu pekan
Tanah gersang kurang pakan
Membuang sisa makan, jadi arus
Yang kian hari makin kurus
Makin rusak tanah terjerumus
Makin jamak dan tidak terurus
Di sisa-sisa makanan mu
Adalah sarapan untuk tanah-tanahmu
Adalah makan siang untuk ditunggu
Adalah makan malam untuk tanah baru
Sisa makanan bukanlah kebencian
Bukanlah juga sumpah-serapah atas gagalnya kedaulatan
Bukan jugalah sampah-serumpah atas gagalnya pendidikan
Ini serupa bencana dimana dupa kita tak bisa lagi diletakkan
Ini kali aku minta : Beri makan tanah
Sudah lama hilang senyumnya yang ramah
Hari-hari berasal dari apa-apa yang dibuang ;
Buang saja semuanya ke tanah !
lalu di sana akan tumbuh rimbun resah-resah,
tunas-tunas penyesalan juga tumbuh,
bunga tandus yang bermekaran di sekujur tubuh
Di kasur-kasur mu, di jalan-jalan mu
di tempat dudukmu, di tempat makan mu
Juga di semua mimpimu
Perut kosong adalah muara paling baal atas semua sesal
Tanah kosong adalah waktunya untuk tancapkan “tanah ini dijual”
Apa salahnya mengumpulkan makanan sisa?
Apa susahnya makanan sisa diberikan kepada tanah
Hari ini jadi perjuangan untuk hidup
Waktu-waktu telah gugur, tinggal mimpi
Sisa makanan bukanlah sampah :
untuk dibuang, dibiarkan begitu saja
Ini tentang kita semua yang rindu dan cinta
Bagaimana menghirup udara
dari tanah yang sejahtera
***
BAYU LESMANA
BADAI SATU TAHUN BELUM REDA, SEMENTARA TAGIHAN SUDAH TERBIT BESOKNYA
Malam jadi sekam, jadi basah, lembab
musababnya jadi entah jadi berantah
Bertumpuk nasib-nasib pada tiap lembar yang jadi abai, jadi terjerembab
Setumpuk kurang, ditumpuk jadi musibah
Bulan jadi ancaman,
Matahari berarti terbitnya tagihan
Pagi jadi kacung, siang jadi acuh
Sore jadi murung, malam jadi ricuh
Hari tak berganti pun tak apa
Minggu tak jadi senin sungguh nikmat
Atau sabtu berhenti, Tamat
Ringan sudah nyawa ini tarik saja.
Maut pun jadi kerja lebih mudah,
Sedikit upaya sedikit usaha.
Toh, mati tinggal mati, apa susah?
Usaha hari ini hanyalah penyambung nafas,
Asa yang jadi asap, hilang nyala
Untung saja otak mampu berpikir keras
Ada saja! kalau tak ada bisa hilang nyawa
Beberapa tembok mulai terpasang, dari agama, teman, relasi, karya, bahkan panggung hilang tirainya hilang lampunya
Hubungan ini makin runyam saat takdir baik enggan mampir, sementara sial selalu menelpon di jam makan siang hingga petang menjelang
Aih, Tak bisa saja berhenti sejenak.
Minimal istirahat ditempat, Gerak!
Kaki terbuka, tangan mengepal.
Mengepel setiap masalah di masa lampau
Daging jadi isi, jadi bakpau
Berapa pasang mata menyudut penuh isi
Tiap sorotnya banyak intimidasi
Mam, sungguh bisakah hidup ini jadi lestari
Sumpah! ini seperti Lesmana yang hilang nyali
Takut jadi macet, saking banyak dan sesak
Penuh di dada, penuh di kepala
Andai waktu bisa dinego, kembalilah masa kanak
Masa dimana Asi jadi asik, meski hanya empat bulan saja
Riuk petir mengisi tiap periuk nasi di piring
Badai melaju dengan kecepatan penuh
Sikat miring!
Mam, takut!
bukan takut mati
Saya takut tidak ada yang memeluk lagi
saya takut badai tak kunjung reda
Saya takut!
***
BAYU LESMANA
MENGHADAPI KEHIDUPAN DENGAN SEBUNGKUS NASI PADANG DAN SEGALA UPAYANYA
Malam yang ganjil, riuh dan abu-abu
Debu jalan merangkai dupa di sela aspal jalan
Langit tak secerah kuah kalio baru
Dan … ,
Kita di bawah harus terus hidup, dipaksakan.
Hidup besok dan hari ini
Seperti lemak-lemak pada rendang diatas air kelapa.
Melanjutkan hidup di negara ini: menanam celaka menjadi nasi di punggung dengan kulit yang luka-luka, Lalu kecewa jadi pupuk untuk kita pakai, Cemas menjadi tunas yang subur dan raya.
Nasi padang pakai kuah kikil sapi, satu lagi !
Kecemasan terlalu cepat tumbuh,
Daun singkong di kebun kalah cepat, dan harga cabai di pasar juga lebih lambat.
Kabarnya keyakinan turun lebih rusuh,seiring dengan harga diri pejabat
Asap ikan bakar kelas kakap, membuat kenyang
Ah! mantap !
Untuk menyulam mimpi, kami pakai nasi kuah tunjang.
sambal ijo dan kuah rendang sebagai penunjang
Menu utamanya adalah ketidak pastian hidup di negera ini.
Kami merebahkan tiap-tiap harapan
Pada telur-telur balado
Sedang di istana yang tak utuh
Mereka merubuhkan segala keadilan
Kami tidak punya waktu untuk segala apresiasi, moderenisasi, naturalisasi, reboisasi, mastrubasi, kolonialisasi, sosialisasi, kapitalisasi, komunisasi, feodalisasi dan sasi-sasi yang lainnya.
Kami masih sibuk mencari sesuap nasi
itu pasti.
Baik terimakasih, berapa totalnya untuk sebuah harapan palsu dengan kuah-kuah padangnya?
Kami mau diskon untuk hidup kami
BAYU LESMANA
100 HARI MENGHABISKAN NASI PADANG SETELAH PEMILU
I
Ayam berkokok, pemilu terbit dari barat ke timur
Siasat-siasat berhamburan dimana-mana, serempak
Semua orang tidak ada yang tidur, tidak ada kasur
Berjalanlah orang-orang dengan kompak
Sebungkus nasi padang lengkap dengan rendang
Bertandang ditiap keluarga yang butuh makan
Suara token listrik bersautan pertanda hari baru tiba
Hari dimana semua pemimpin memasak nasi untuk rakyatnya
II
Di hari ketiga, semua suara-suara hadir di tiap rumah, di tiap tangan.
“Makan gratis dengan penuh gizi”
“Kerjaan luas dengan gaji tinggi”
“Nasi dan joget tersebar dimana-mana”
“Rumah dan sejahtera untuk semua”
Kata seorang pedagang nasi terpilih
Rumah makan merah putih
Pedagang nasi siap saji dengan janji sepiring sapi
Nasi-nasi asli ditawarkan di luar negeri
Dana segar, balado dan pidato
Juru masak yang banyak dan jago
Selamat makan!
III
Tujuh hari kami memakan sisa
Sebungkus nasi padang untuk sekeluarga
Kuah-kuah tercecer kemana-mana
“Tenang kebocoran akan ditutupi” katanya
Tapi nasi bungkus kami kering dan tidak ada kuahnya
Keluarga-keluarga menanti nasi tiba
Ibu-ibu mulai memasak daun sawit, katanya sama-sama daun
Tidak ada sarapan, hanya ada makan siang saja
Di malam, ibu hanya menghangatkan sebungkus nasi padang minggu kemarin
Semua saling suap, saling curiga, kami memakan remah-remah lempem dan nasib-nasib kurang amin.
IV
Empat puluh harian di rumah makan, juru masak bilang :
Makanlah, jangan malas, intropeksi
Makanlah, jangan ngeluh, efisiensi
Makanlah, jangan boros, investasi
Makanlah, jangan brisik, inflasi
Yasin.
Sebungkus nasi yang ditunda untuk habis
Semua takut, besok tidak makan lagi
Nasi ini disuap tiap minggu satu orang satu
Kami pakai harapan sebagai tambahan pangan
V
Di hari ke-100, pedagang nasi membakar janji,
katanya untuk membuat ayam bakar bumbu kari
Asapnya menjelma awan di mega-mega
Menutupi langit, nurani dan rahasia
Pedagang terlihat menyuapi satu persatu rakyatnya di tanah tambang
Mereka makan dengan lahap dengan senang
Sementara kami hanya menunggu kabar, menunggu giliran
Kematian kami di portal-portal berita harian
TENTANG PENULIS

Bayu Lesmana lahir di Bekasi, 10 Juni 1994, dan kini tinggal di Denpasar. Ia menempuh pendidikan Sastra Jerman, yang turut membentuk cara pandangnya terhadap bahasa, budaya, dan sejarah. Bayu aktif menulis puisi, naskah teater, penyutradaraan teater, dan akting yang banyak mengeksplorasi tema sosial, identitas, serta ketahanan hidup.
Karya-karyanya telah terbit dalam sejumlah antologi, diantaranya Sajak 12 Tiang -antologi (2017), Lentera (2019), Burung-burung di Langit Merah -Antologi (2024), serta Kelas Pekerja (2025). Selain itu, beberapa puisinya juga hadir di media digital seperti sudutkantin.co dan kanal pribadi Instagram.
Di bidang pertunjukan, Bayu merupakan salah satu pendiri kelompok teater Diorama Drama yang berbasis di Denpasar, Bali, dengan semangat menghadirkan karya realis dan eksperimental yang berakar pada isu sosial. Ia juga mengelola kanal siniar Diskusi Diksi, ruang alternatif untuk membicarakan sastra, teater, dan pengalaman kreatif lintas medium.
Kontak: mblesmana23@gmail.com (email)
@baylsmn23 (Instagram)


