Karena Aku Tak Lahir dari Batu 

Buku Puisi – Karena Aku Tak Lahir dari Batu ( Teater Sastra Welang, 2011) 

Buku ini berupa Antologi 100 Puisi Tema Ibu se-Indonesia, dikuratori oleh Penyair Oka Rusmini, Warih Wisatsana dan Moch Satrio Welang. 

350 Penulis seluruh Indonesia mengirim karya termasuk dari Yogyakarta, Bandung, Palembang, Jakarta, Makasar, Padang dan lain-lain. Buku ini didedikasikan pada peran penting perempuan dalam laku kehidupan paling mendasar. Buku setebal 175 halaman ini diterbitkan pada tahun 2011. Resensi buku ini ditulis oleh Penyair Aming Aminoedin, diterbitkan di harian Jawa Post edisi Minggu 15 April 2012. Peluncuran buku ini digelar di Bentara Budaya Bali pada Minggu, 19 Februari 2012 dengan pembicara Oka Rusmini, dimoderatori oleh Made Purnamasari.  

Judul: Karena Aku Tak Lahir dari Batu
(Antologi 100 Puisi Tema Ibu Se Indonesia)
. Kurator : Oka Rusmini , Warih Wisatsana, Moch Satrio Welang
. Desain Sampul : Eko Bayu Saputra
. Tata Letak : Yayan Triyansyah
. Pemeriksa Aksara : Irwan Bajang.
ISBN : 978-602-9149-56-2.
Penerbit : Teater Sastra Welang 

Endorsement BUKU ‘KARENA AKU TAK LAHIR DARI BATU’ 

IBU merupakan tema universal yang tak habis-habisnya diungkapkan para penyair. Tema ini akan tetap menarik karena setiap penyair selalu mempunyai sudut pandang yang berbeda. Dalam antologi puisi ini kita akan melihat bagaimana tema ibu diungapkan para penyair Nusantara dengan cara dan sudut pandang yang berbeda-beda itu.

                                                                                                Acep Zamzam Noor, penyair

DALAM khazanah kesusastraan Indonesia, Sebutlah yang paling terkenal sajak “Ibu” karya Zawawi Imron, sosok ibu senantiasa hadir sebagai representasi dari muasal yang dirindukan, cinta dan kemurnian kasih sayang, sesuatu yang kian langka di tengah realitas kekinian. Sejumlah karya dalam antologi ini kiranya bergerak dengan gagasan semacam itu. Ibu yang hadir dalam berbagai metafora dengan berbagai gagasan kesadaran dan ekplorasi tematik yang menarik. Saya kira, antologi puisi yang sepenuhnya meletakkan ibu sebagai tema pokok ini, bisa turut mewarnai keragaman tema dalam dunia perpuisian Indonesia. Terlebih dalam konteks hari ini ketika semua orang kian menyangkal ibu sejarah dan tradisinya, seperti Malinkundang.   

                                                                                                       Ahda Imran, penyair dan esais

IBU adalah puisi itu sendiri. Ibu lah tempat berangkat segala insan. Dari keteduhan rahim ibu kkita ke luar menemui dunia yang indah dan pedih ini. Buku seratus puisi buat ibu, pada dasarnya adalah seratus ungkapan akan indah dan pedihnya dunia yang dihayati seorang anak manusia sebagai persembahan pada pada asal-usul mereka, Sang Ibu. 

                                                                                                           Agus R. Sarjono, Penyair
                                                                                                           Pemimpin Redaksi Jurnal Kritik

PUISI -puisi dalam kumpulan puisi Ibu ini sangat dapat diduga, yaitu hampir semua bergaya liris melankolik. Kelihatan betul niat penyairnya untuk menjunjung sosok Sang Ibu. Tentu niat baik seperti ini patut kita hargai. Akan tetapi, harus dibedakan antara “ibu” sebagai sosok human dari “ibu” sebagai tanda bahasa.  Pada tahap pertama, menurut saya, kesusastraan tidak berurusan dengan sosok human ibu, melainkan dengan tanda-tanda bahasa yang disepakati sebagai “ibu”. Dengan kata lain sosok ibu dalam puisi-puisi ini adalah tanda bahasa “ibu” yang mencoba membawakan sosok human ibu ke dalam wacana. Namun harus diingat bahwa kesusastraan barulah bisa mencapai tahap kedua, dalam konteks tema buku ini, yaitu meng-ada-kan sosok ibu sebagai human, jika tahap pertama telah dilewati. Apakah telah demikian? Mari kita nikmati dan pikirkan bersama.  

                                                                                                          Pranita Dewi, Penyair Bali 
                                                                                                          Penulis Buku ‘Pelacur Para Dewa’

MEMBACA puisi-puisi ini, kita diingatkan : betapa masih ampuhnya kata-kata disusun untuk menguliti hati dan pikiran. Itu sebabnya : puisi tetap ditulis.Untuk memberi jendela kecil bagi kehidupan yang makin mekanis ini.

                                                                                                                     Oka Rusmini, Sastrawan Bali 
                                                                                    Kurator buku puisi ‘Karena Aku Tak Lahir Dari Batu’

BUKU puisi ini menghadirkan dunia perempuan dalam berbagai perspektifnya, baik sebagai sosok simbolis atau figur sehari-hari, bertutur perihal pergulatan kaum Ibu di tengah budaya patriaki yang dirasa tidak adil. Beberapa diantaranya berhasil memadukan kekuatan gagasan dan keelokan bahasa yang terjaga, memberi insprirasi dan mencerahkan. 

                                                                                                            Warih Wisatsana , Sastrawan Bali
                                                                                               Kurator Buku ‘Karena Aku Tak Lahir Dari Batu’

Klik di sini untuk membagikan artikel ini!

Share on facebook
Share on Facebook
Share on twitter
Share on Twitter
Share on linkedin
Share on Linkdin
Share on pinterest
Share on Pinterest

Berikan komentar atau tanggapan Anda di bawah!

Kabar Berita Selanjutnya