Langit Terbakar Saat Anak–Anak itu Lapar 

Langit Terbakar Saat Anak–Anak itu Lapar 

Antologi Puisi – Prosa Liris Kritik Sosial 50 Penyair Indonesia 

©️ 50 Penyair Indonesia 

Hak cipta dilindungi undang-undang 

All right reserved 

Penulis : 50 Penyair Indonesia
Editor : Muhammad Ardiansyah
Kata Pengantar : Moch Satrio Welang 

Ilustrasi Sampul : Arif Bahtiar 

Tata Letak : Artsara

Cetakan Pertama, 2013 x + 262 hlm. 14 x 20 cm
ISBN 9786029990775


Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) 


Sastra Welang Pustaka 

Jl. Pulau Saelus 2 Gang Cemara No. 10 x Denpasar – Bali. Layanan SMS: 0878 6022 9862
www.satriowelang.com I mochsatriowelang@gmail.com 


Penerbit Kendi Aksara 

Wisma Pedak Baru No. 675, Banguntapan Bantul Yogyakarta Indonesia Telp. 085328075686 I Weblog: kendiaksara.webs.com
Email: kendiaksara@gmail.com 

ANTOLOGI PUISI – PROSA LIRIS KRITIK SOSIAL 50 PENYAIR INDONESIA 

LANGIT TERBAKAR SAAT ANAK-ANAK ITU LAPAR 

Kata Pengantar 

Kesusastraan sebagai sebuah labirin kehidupan yang memer- lukan perenungan mendalam akan segala nilai-nilai kehidupan yang dituangkan dalam sebuah goresan-goresan sastra. Apapun bentuknya, puisi, cerpen, novel , drama dan sebagainya. Kuat dan tidaknya sebuah peradaban dilihat dari kuat dan tidaknya karya sas- tra dalam peradaban tersebut. Untuk itulah sebuah upaya mengger- akkan masyarakat untuk mencintai karya satra tak henti-hentinya dilakukan. 

Kami menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Maestro Sastra Indonesia WS Rendra (alm), yang menginspirasi di- gelarnya program buku trilogi sastra kritik sosial ini, yang mana be- liau tularkan sebuah spirit perjuangan melalui karya sastra bahwa percuma menulis sastra jika jauh dari derita kehidupan. Spirit yang menjadikan sastra sebagai alat perlawanan terhadap segala ketimpangan juga kesewenang-wenangan. Juga kepada Penyair Wiji Thukul yang menjadi simbol kekuatan rakyat bawah melalui tulisan-tulisannya yang menghantam keotoriteran rezim penguasa. 

Negara ini ibarat sebuah organisasi masih banyak yang harus diperbaiki. Bangsa yang masih belajar. Belajar menegakkan keadi- lan. Belajar mempersempit kesenjangan. Bangsa yang menghargai kesusastraan sebagai salah satu kekuatan budaya yang adiluhung. Semoga buku ini dapat menjadi inspirasi masyakarat luas bahwa ke- damaian, kesejahteraan tidak turun dari langit. Yang ternyata sam- pai saat ini masih perlu diperjuangkan. 

Di saat politik memanas, para politikus bermain drama.sulit dibedakan mana infotainment dan politik di Indonesia yang memi- liki kemampuan bermain drama yang memukau. Mungkin para sastrawan terengah engah diantara realitas bangsa ini, yang benar benar mengalahkan surealisme dunia fiksi. Berita berita yang disa- jikan Koran maupun televisi lebih dahsyat dari apa yang biasa disa- jikan seorang cerpenis dalam sebuah kisah. Imajinasi dan khayalan sekarang menyeruak dari layar kaca dan hadir di tengah-tengah. Entah sudah berapa episode darah yang mendampingi makan siang kita. Dimanapun berada. 

Sekali lagi, kami mengucapkan terimakasih pada para sas- trawan yang berkenan memberikan energi menuliskan endorsement untuk buku ini yakni Gerson Poyk, Afrizal Malna, Ratna Sarumpaet, Joko Pinurbo, Saut Situmorang, Oka Rusmini, Sosiawan Leak dan Anton Kurnia. 

Dan terimakasih luar biasa kepada semua penulis dalam Trilo- gi Sastra Kritik Sosial ini, baik dalam buku Negeri Sembilan Mata- hari, Buku Langit Terbakar Saat Anak-Anak Itu Lapar maupun Buku Semangkuk Nasi dan Sang Presiden. Kepada segenap pihak yang mendukung penerbitan buku ini, yakni kepada Ibu Ni Putu Putri Suastini, Ahmad Kekal Hamdani, Arif Bahtiar, Muhammad Ardian- syah, Dwitra J Ariana, Dhenok Kristianti, Gus Martin, Cok Sawitri, Dwi S. Wibowo, Fanny J Poyk, Doi Nuri, Aming Aminoedhin, Ikrar Fadla Firdaus Fauzi, Rudy Aliruda, Akaha Taufan Aminudin, Wayan Sunarta, DG Kumarsana, Made Sugianto, Noviana Kusumawardhani, Dwi Putri Rejeki, Hendra Utay, Irwan Bajang, Diajeng Veronica Rivi Raviantina, Candra Rock, Dwija Putra, Evie Suryani, Akhmad Zae- lani, dan semua kawan – kawan tidak mampu saya sebutkan satu persatu. 

Salam Budaya, 

Denpasar, 30 Januari 2013 

Moch Satrio Welang

Klik di sini untuk membagikan artikel ini!

Share on facebook
Share on Facebook
Share on twitter
Share on Twitter
Share on linkedin
Share on Linkdin
Share on pinterest
Share on Pinterest

Berikan komentar atau tanggapan Anda di bawah!

Kabar Berita Selanjutnya