Semangkuk Nasi dan Sang Presiden
20 Cerpen Kritik Sosial
Buku ini menunjukkan betapa negeri yang kaya raya dan elok permai ini penuh dengan ironi. Di mana-mana kita menyaksikan kontras antara apa yang dicita-citakan dan dicitrakan dengan apa yang tampak dalam kenyataan. Penyebab utamanya adalah matinya hati bangsa. Dan bangsa yang mati hati tak bisa lagi mencintai dan membela anak- anaknya sendiri. Barangkali sastra adalah nyanyi sunyi untuk tetap menghidupkan hati.
-Joko Pinurbo, Sastrawan
Karya-karya dalam buku ini berbicara lantang mengenai segala ketimpangan yang menjadi realitas sosial di masyakarat. Itulah tugas seniman. Mengingatkan semua pihak bahwa mayoritas masyarakat Indonesia masih jauh dari sejahtera dan Negara bertanggung jawab mengejar ketinggalan itu.
-Ratna Sarumpaet, Seniman dan Aktivis HAM.
Buku yang mengandung kritik sosial perlu bersinergi dengan filsafat moral, teologi Samaritan (cinta kasih) dan psikoanalisis, buku ini sudah menjawabnya, semua itu perlu diperkuat lagi oleh kerja yang menghasilkan kebutuhan maksimal setiap individu. Di luar ini adalah makanan kritik sosial dalam sastra.
-Gerson Poyk, Sastrawan
“Sebuah bunga rampai menjanjikan yang ditulis oleh para cerpenis dengan beragam latar belakang.”
-Anton Kurnia, Cerpenis dan Esais
SEMANGKUK NASI DAN SANG PRESIDEN
antologi 20 cerpen kritik sosial indonesia
©️ 20 Cerpenis Indonesia
Hak cipta dilindungi undang-undang
All right reserved
Penulis : 20 Cerpenis Indonesia
Editor : Muhammad Ardiansyah
Kata Pengantar : Moch Satrio Welang
Ilustrasi Sampul : Arif Bahtiar
Tata Letak Sampul : I Wayan Sutiawan
Tata Letak Isi : Artsara
Cetakan Pertama, 2013 ix + 172 hlm. 14 x 20 cm
ISBN …………………………….
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Sastra Welang Pustaka
Jl. Pulau Saelus 2 Gang Cemara No. 10 x Denpasar – Bali. Layanan SMS: 0878 6022 9862
www.satriowelang.com I mochsatriowelang@gmail.com
Penerbit Kendi Aksara
Wisma Pedak Baru No. 675, Banguntapan Bantul Yogyakarta Indonesia
Telp. 085328075686 I Weblog: kendiaksara.webs.com
Email: kendiaksara@gmail.com
bagi mereka semangkuk nasi adalah perjuangan
Kesusastraan sebagai sebuah labirin kehidupan yang memerlukan perenungan mendalam akan segala nilai-nilai kehidupan yang dituangkan dalam sebuah goresan-goresan sastra. Apapun bentuknya, puisi, cerpen, novel, drama dan sebagainya. Kuat dan tidaknya sebuah peradaban dilihat dari kuat dan tidaknya karya sastra dalam peradaban tersebut. Untuk itulah sebuah upaya menggerakkan masyarakat untuk mencintai karya satra tak henti-hentinya dilakukan.
Sastra Welang Pustaka menyampaikan apresiasi setinggi- tingginya kepada Maestro Sastra Indonesia WS Rendra (alm), yang menginspirasi digelarnya program buku trilogi sastra kritik sosial ini, yang mana beliau tularkan sebuah spirit per- juangan melalui karya sastra bahwa percuma menulis sastra jika jauh dari derita kehidupan. Spirit yang menjadikan sastra sebagai alat perlawanan terhadap segala ketimpangan juga kesewenang-wenangan. Juga kepada Penyair Wiji Thukul yang menjadi simbol kekuatan rakyat bawah melalui tulisan- tulisannya yang menghantam keotoriteran rezim penguasa.
Negara ini ibarat sebuah organisasi masih banyak yang harus diperbaiki. Bangsa yang masih belajar. Belajar men- egakkan keadilan. Belajar mempersempit kesenjangan. Bang- sa yang menghargai kesusastraan sebagai salah satu kekua- tan budaya yang adiluhung. Semoga buku ini dapat menjadi inspirasi masyakarat luas bahwa kedamaian, kesejahteraan tidak turun dari langit. Yang ternyata sampai saat ini masih perlu diperjuangkan.
Di saat politik memanas, para politikus bermain drama. sulit dibedakan mana infotainment dan politik di Indonesia yang memiliki kemampuan bermain drama yang memukau. Mungkin para sastrawan terengah engah diantara realitas bangsa ini, yang benar benar mengalahkan surealisme dunia fiksi. Berita berita yang disajikan Koran maupun televisi lebih dahsyat dari apa yang biasa disajikan seorang cerpenis dalam sebuah kisah. Imajinasi dan khayalan sekarang menyeruak dari layar kaca dan hadir di tengah-tengah. Entah sudah be- rapa episode darah yang mendampingi makan siang kita. Di- manapun berada.
Sastra Welang Pustaka mengucapkan terimakasih pada para sastrawan yang berkenan memberikan energi men- uliskan endorsement untuk buku ini yakni Gerson Poyk, Afri- zal Malna, Ratna Sarumpaet, Joko Pinurbo, Saut Situmorang, Oka Rusmini, Sosiawan Leak dan Anton Kurnia.
Dan terimakasih luar biasa kepada semua penulis dalam Trilogi Sastra Kritik Sosial ini, baik dalam buku Negeri Sembi- lan Matahari, Buku Langit Terbakar Saat Anak-Anak Itu Lapar maupun Buku Semangkuk Nasi dan Sang Presiden. Kepada segenap pihak yang mendukung penerbitan buku ini, yakni Antologi 20 Cerpen Kritik Sosial Indonesia, kepada Ibu Ni Putu Putri Suastini, Ahmad Kekal Hamdani, Arif Bahtiar, Muhammad Ardiansyah, Dwitra J Ariana, Dhe- nok Kristianti, Gus Martin, Cok Sawitri, Dwi S. Wibowo, Fan- ny J Poyk, Doi Nuri, Aming Aminoedhin, Ikrar Fadla Firdaus Fauzi, Rudy Aliruda, Akaha Taufan Aminudin, Wayan Sunarta, DG Kumarsana, Made Sugianto, Noviana Kusumawardhani, Dwi Putri Rejeki, Hendra Utay, Irwan Bajang, Diajeng Veroni- ca Rivi Raviantina, Candra Rock, Dwija Putra, Evie Suryani, Akhmad Zaelani, dan semua kawan-kawan tidak mampu saya sebutkan satu persatu.
Salam Budaya, Denpasar, 30 Januari 2013
Moch Satrio Welang
20 Penulis :
1. Abdullah Chepa Al – Harits (Bengkulu)
2. Achmad Arifin (Sleman, Yogyakarta)
3. Akhmad Zailani (Samarinda)
4. DG Kumarsana (Mataram)
5. Doi Nuri (Malang)
6. Dwi Putri Rejeki (Ubud, Bali)
7. Ikrar Fadla Firdaus Fauzi (Bandung)
8. Jingga Kelana Putra Santi Aji (Denpasar)
9. Made Sugianto (Tabanan, Bali)
10. Moch Satrio Welang (Denpasar)
11. Nenny Makmun (Bogor)
12. Novi Dwi Jayanti (Denpasar)
13. Noviana Kusumawardhani (Ubud Bali)
14. Nurjanah Abdul Syukur (Tangerang)
15. Pradipta Dirgantara Fauzi (Bandung)
16. Ratna Dewi Barrie (Lampung)
17. Ribut Achwandi (Pekalongan)
18. Satria Tegar Gumilar Fauzi (Bandung)
19. Shofa Muhammad (Semarang)
20. Tomy M. Saragih (Surabaya)


